Ini kesekian kalinya Genduk terharu. Manakala meng-click situs pribadinya teman berngaran Botol, ada artikel soal Genduk di sana. Dia sudah subscribe [RSS feeds] per artikel pula. Rasanya bungah [senang] banget.
Sekaligus juga mengundang khawatir. Apa itu? Coba simak baik-baik ilustrasi yang ia pakai buat menggambarkan sosok seorang Genduk yang ia beri tagline babu ganjen. Gambar di situ boleh masuk kategori saru. Jarik atau kain panjang dicincing [dinaikkan sampai atas], dengan bra model ‘dada mentok’.
Sekadar deskripsi, istilah ‘dada mentok’ biasanya dipakai di warung, resto, pasar basah sampai supermarket untuk memesan atau memilih ‘dada ayam bagian atas’. Tapi dada mentok yang Genduk maksudkan di sini adalah ‘belahan dada yang terlihat sampai mentok ke bawah’.
Jadi jelasnya, ini adalah sebuah deskripsi yang salah kaprah soal ageman [pakaian, dalam bahasa Jawa halus] Genduk. Otak boleh cerdas. Penampilan boleh atraktif –bukan kemayu dan lenjeh atau bitchy— tapi urusan gaya fashionista perempuan yang ‘serba-terbuka-sampai-pria-tidak perlu-usaha-buat-mengintipnya’ jelas tidak masuk dalam kamus Genduk.
Tapi itu juga bukan berarti Genduk berpakaian rapi untuk ‘mengundang’ para pria agar berusaha keras untuk dapat melihat dan mendapatkan segala di balik ageman Genduk ini.
Genduk hanya ingin dipandang sebagai seorang helper yang berpakaian sopan, tidak mengundang imajinasi ‘keterlaluan’ –kata lain dari ‘liar yang tidak mendatangkan nilai positif’–, tanggap lan trengginas [cekatan dan terampil bekerja] serta merak ati [tidak tinggi hati].
Lebih lanjut bicara soal ageman yang Genduk kenakan ketika bekerja di kediaman Ndoro Kakung, sudah pasti di bawah lutut dan salah satu favorit Genduk untuk bawahan adalah jarik batik alias kain panjang khas Jawa alias sewek dalam bahasa Jawa Timurnya.
Ini sekaligus juga untuk menjawab komentar teman Genduk berngaran balidreamhome yang berkomentar di weblog dengan kalimat, “Ayo nduk rok-e diunjukno…ben udele ora ketok lan ora masuk angin…” [catatan Genduk: maksudnya, Mas? Rok bawahan dinaikkan agar pusar tidak tampak tapi bagian kaki lebih bisa dipandangi dengan leluasa sampai ke dekat paha? Mon Dieu!]
Mengapa Jarik Batik [sengaja pakai J dan B besar]? Rasanya tidak berlebihan bila Genduk menjawab, “Bagian dari nasionalisme.” Bukan perkara sok-Jawa atau sok-sok manapun yang menjurus ke daerah sentris. Tapi, karena Jarik dan Batik adalah salah satu ciri khas ragam budaya Indonesia.
Dengan Jarik Batik yang dililit tubuh sampai dekat mata kaki [bukan dicincing atau ditarik ke atas macam deskripsi teman berngaran Botol tadi], Genduk merasa seksi. Dalam artian serasa mantap saat dipandangi siapa saja. Tak peduli lelaki, perempuan, anak kecil atau lansia. Karena Genduk bisa membangun citra [perempuan] yang sangat Indonesia!
Ini sekaligus juga sebagai pernyataan bahwa Genduk tidak berkecil hati karena tidak bisa dipotret a’la Marilyn Monroe yang gaun putihnya tersibak angin abal-abal [karena saat pemotretan mengerahkan kipas angin utnuk mendapat efek yang diinginkan].
Dengan Jarik Batik, Genduk percaya inspirasi para fotografer Tanah Air akan tergali. Buktinya, Mas Darwis Triadi sudah membuat seri foto Batik bersama Mbak Annisa Pohan. Salah satu tujuannya menurut Genduk, pastilah memasyarakatkan batik dan membatikkan masyarakat, eh agar batik makin lekat di hati orang-orang Indonesia.
Lantas bagaimana dengan kenyataan bahwa Batik sudah dipatenkan menjadi milik Malesya? Halah, tak usah gentar!
Coba cari tahu, pemahaman Malesya tentang sepotong [Jarik] Batik itu apa dan bagaimana? Genduk yakin, pastilah tidak se-detail milik bangsa Indonesia. Ambil contoh, dari pulau Jawa saja sudah ada sederet jenis Batik: Batik Trusmi, Batik Pekalongan, Batik Jogja, Batik Solo dan masih banyak lagi. Belum lagi Batik dari luar Jawa, seperti Batik Madura dan Batik Kalimantan contohnya.
Lebih diperinci lagi, apakah Malesya tahu, macam-macam motif Batik? Apa itu motif Parang Rusak, Parang Kusumo, Truntum, Kawung, Kapal Karam, Megamendung, Wadas Singa, Naga Semirang, Taman Arum … ah, masih banyak lagi.
Dan yang baru saja Genduk sebut ini hanya beberapa di antaranya, juga cuma beberapa motif dari Solo-Jogja serta Cirebonan. Belum mencakup pembagian warna dan peruntukan alias untuk occasion apa dan dipergunakan di bagian Indonesia mana.
Seperti kalau di Jawa Tengah ada Batik atau Jarik khusus yang dipakai untuk upacara mitoni [tujuh bulan kandungan], kesrimpahan [wafatnya seseorang], mantenan [penganten], keluarga pengantin dari kedua belah pihak, para among tamu [penerima tamu dalam upacara pernikahan] dan seterusnya.
Genduk yang asli Indonesia dan dibesarkan dalam budaya Jawa saja masih merasa grutal-gratul alias belum piawai dalam menuliskan Batik von Indonesia.
Lha ini, negeri di seberang malah dengan gegap-gempita menyatakan ‘Batik’ adalah bagian dari seni budaya bangsanya! Jangan-jangan, beda antara Batik printing dengan yang dibuat pakai canting saja tidak tahu. Semua hantam-kromo [pukul rata] namanya ‘Batik’. That’s it.
Kalau Genduk punya kuasa lebih, maunya ikut urun-rembug [memberi masukan] supaya kelak kita patenkan Batik dan Jarik, sekaligus dengan motif, corak serta peruntukannya. Biar mereka yang gemar mengaku-ngaku berhenti berkoar akibat tak bisa membuat deskripsi yang detail soal segala hal berkait Batik dan Jarik. Betul tidak, Ndoro?
tumben postingmu serius, nduk? laper yo? belum makan? sana mbadog dulu di dapur … 😛
la iyo, genduk-nya udah serius kok malah ‘cuma’ disuruh mbadog, didapur pulak itu. Ndoro yang aneh hahaha
@ annisha …. iya nih ndoro kakung tumben ajaib. ora seneng pembantune pinter, hihihihi 🙂
@ ndoro kakung …. sudah malem ndoro. saya ‘kan diet biar tidak terlalu ‘bangkong’ [untuk tidak menyebut sebagai kingkong], wekekek 🙂
lha sayah juga langganan rss nya mbak genduk kok 😀
btw, kok tampilan blog genduk dikompi saya acak adul ya, pake ie7. ada yg salah gitu?
mudah2an Ndoro eh genduk rajin menulis disini ya, disela-sela kesibukan mbatur. saya penggemar kolom umar kayam, berada disini seperti bertemu kembali dengan pak ageng, mister rigen n miss nansiyem plus bedes beni prakoso serta thole2.
ah mbak annisha bisa aja, genduk jadi pengen malu, gitu ….. okay, kalau tidak sibuk di urusan dalam negeri omah-omah, pasti genduk akan menulis di sini.
siip..lah
ajining dhiri gumantung saka lathi
ajining raga gumanthung saka busana…
meskipun mungkin harus sedikit di modif,..sehingga jariknya gendhuk bisa dipakai juga oleh yang para gendhuk lain yang trampil trengginasdan biasa loncat naik turun metro mini..
salam.